Sekitar lima tahun lalu, serangan jantung menyerang Uu Rukmana, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Jawa Barat. Ini terjadi tiba-tiba saat ia menghadiri acara galang dana untuk korban tsunami Aceh di Pendopo Kota Bandung pada malam hari.
“Sebelumnya, tidak ada keluhan apa-apa, saya merasa benar-benar sehat,” ungkapnya dalam peluncuran buku “Menaklukkan Pembunuh No. 1” di Hotel Savoy Homann, Bandung, Sabtu (16/10). Pembuluh jantung lelaki yang dahulu pecandu kopi dan rokok itu ternyata mengalami penyumbatan.
Kasus hampir mirip dengan Uu. Kendati belum sampai mengalami serangan jantung, Direktur Teknik Televisi Republik Indonesia (TVRI), Satya Sudhana, pun tak menduga kalau pembuluh jantungnya tersumbat. Namun, lantaran gelagat tak beres mulai terdeteksi ketika cek kesehatan, Satya melanjutkan tes dan konsultasi. Hasilnya, ternyata tinggal sepuluh persen pembuluh jantungnya yang masih bisa dialiri darah.
“Penyakit Jantung Koroner (PJK) itu seperti pembunuh diam-diam,” kata Satya. Bicara soal gaya hidupnya, ditambah sadar tubuhnya memiliki masalah dengan kolesterol, ia mengaku tergolong orang yang menjaga makanan –bisa dikatakan nyaris vegetarian. Selain itu, dirinya gemar berolahraga tenis, renang, dan jogging, serta tak punya kebiasaan merokok.
“Sebetulnya PJK itu mampu ditaklukan. Mampu asal punya sikap tepat (baik bagi yang belum atau yang pernah kena serangan jantung), 80 persen ini bisa dicegah dan diatasi,” ujar penulis buku “Menaklukkan Pembunuh No. 1”, Dr Achmad Fauzi Yahya, Sp. J. P. (K), FIHA.
Solusi baik untuk menaklukkan PJK, lanjut Fauzi, intinya, “Lebih baik untuk menjadi intelijen dalam diri sendiri sebelum terjadi kekacauan.”
Hal tersebut bisa dilakukan dengan melihat faktor-faktor risiko kardiovaskular. Di antaranya usia lanjut, jenis kelamin laki-laki, faktor keturunan, hiperkolesterol (kadar kolesterol tinggi), tekanan darah tinggi, kencing manis, dan kebiasaan merokok.
Semakin banyak seseorang memiliki faktor risiko kardiovaskular, semakin besar kemungkinan dirinya terkena penyakit jantung koroner. Untuk laki-laki, risiko penyakit jantung mulai perlu diwaspadai pada usia 45 tahun, sedangkan untuk perempuan pada umur 55 tahun.
Ada lebih dari 250 gen yang telah diketahui dapat memengaruhi penyempitan pembuluh jantung. Untuk mewaspadai apakah dalam diri terdapat gen-gen perusak jantung itu bisa ditengok dengan melihat riwayat keluarga. Misal, jika ayah atau saudara laki-laki berusia di bawah 55 tahun dan ibu atau saudara perempuan berusia di bawah 65 tahun meninggal mendadak, maka perlu waspada.
Penelitian di University of Utah mengidentifikasi lebih dari 300 varian gen yang memengaruhi reseptor LDL (Low Density Lipoprotein) atau kolesterol jahat. Ternyata satu dari 500 orang diprediksi memunyai varian gen yang memproduksi reseptor berkualitas buruk. Ini bisa membuat kadar LDL melonjak. Orang yang memiliki ayah dan ibu dengan gen cacat tersebut berisiko mengalami serangan jantung di usia muda.
Ada tiga nilai LDL berdasarkan risiko yang dimiliki seseorang. Golongan berisiko tinggi merupakan mereka yang pernah menderita PJK atau disetarakan dengan penderita PJK seperti pengidap diabetes mellitus atau stroke. Golongan ini punya risiko mengalami kemungkinan PJK 20% dalam sepuluh tahun ke depan.
Golongan berisiko sedang yakni mereka yang punya dua atau lebih faktor risiko. Risiko PJK dalam rentang waktu sepuluh tahun ke depan 10-20 persen. Untuk golongan berisiko rendah yaitu mereka yang sehat dan hampir tak punya faktor risiko, diperkirakan hanya punya risiko 10 persen.
Meminimalisasi faktor risiko PJK supaya tidak terpicu, gaya hidup perlu diperhatikan. Sebaiknya, jaga tekanan darah, kadar kolesterol, dan gula darah pada nilai ideal, hindari merokok, berolahraga teratur, serta mengatur pola makan. Gaya hidup dan pola makan dapat memodifikasi efek genetik.
Sebab keluhan penderita PJK, intinya muncul rasa sakit bukan pada bagian otot atau tulang dada, melainkan tersembunyi di dalam pembuluh koroner jantung yang menyempit atau tersumbat. Rasanya seperti ditindih beban berat di dada bagian tengah selama 5-20 menit. Ini dapat menjalar ke lengan kiri atau kanan, bahkan rahang dan punggung. Kadang-kadang leher terasa bak dicekik.
Pertanda bakal terkena serangan jantung bisa dilihat dengan rasa sakit di dada yang muncul mendadak disertai keringat dingin. Lebih dari 20 menit kondisi masih seperti ini, padahal tubuh sudah diistirahatkan, maka perlu waspada.
Sebagian penderita PJK ada pula yang tak merasakan keluhan klasik seperti itu. Ada di antaranya yang mengeluh tidak nyaman di ulu hati dengan dugaan sakit maag, sesak napas, asma, lemas, bahkan pingsan. Penyakit ini memang “tidak berwajah tunggal”. Oleh karena itu, bagi yang kurang beruntung, mungkin langsung meregang nyawa ketika mengalami gejala klinis PJK pertama kali.
Bagi yang pernah terkena serangan jantung, menurut Fauzi, sebenarnya perlakuan yang diberikan itu berbeda-beda untuk setiap orang. Karena individu memunyai ‘kekhasan’, maka soal penanganan, ada yang cukup dengan obat saja atau perlu tindakan.
Yang tak kalah penting, spiritual pasien juga ikut memainkan peranan dalam penyembuhan atau pemulihan. Saat mengetahui vonis memiliki PJK, jangan patah arang atau ketakutan bahwa hidup tinggal menghitung hari atau bulan. Lebih baik menggunakan cara pandang positif dalam menghadapi penyakit ini.
“Jadikan dalam diri kalau terkena penyakit itu merupakan saat di mana kita mensyukuri betapa pentingnya kesehatan sehingga semangat sembuh. Semangat itu penting,” tutur ahli intervensi jantung dan pembuluh darah dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dan RSUP Hasan Sadikin itu.
Sudah tersedia teknologi untuk menyelamatkan pasien PJK seperti prosedur balonisasi, pemasangan stent atau cincin dalam pembuluh koroner, dan intervensi koroner perkutan. Namun, cara terbaik tentu saja mengantisipasi gaya hidup agar PJK tak terjadi.
Kalau melihat data, PJK dan stroke yang termasuk penyakit kardiovaskular merupakan penyebab 17,5 juta kematian di dunia pada 2002. Sekitar 80 persen dari angka itu menimpa negara-negara berkembang dan miskin. Diperkirakan pada 2020, angka kematian akibat penyakit ini akan menyentuh pada kisaran 20 juta orang per tahun.
GILANG MUSTIKA RAMDANI
Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner
Faktor Risiko Utama:
– Dislipidemia (kelainan lemak darah)
– Hipertensi (tekanan darah tinggi)
– Diabetes mellitus (kencing manis)
– Kebiasaan merokok
Faktor Risiko Tambahan:
– Kurang aktivitas fisik
– Stress
– Hiperuricemia (kadar asam urat di atas normal)
– Kadar trigliserida di atas normal
Nilai LDL Berdasarkan Risiko yang Dimiliki:
– Kelompok Risiko Tinggi, target kolesterol LDL <100 mg/dl dan <70 mg/dl untuk penderita diabetes mellitus yang pernah mengalami PJK
– Kelompok Faktor Risiko Multiple, target kolesterol LDL <130 mg/dl
– Kelompok Faktor Risiko Rendah, target kolesterol LDL <160 mg/dl
Kadar Lemak Darah yang Dianjurkan:
– Kolesterol total <200 mg/dl
– LDL kolesterol <100 mg/dl
– HDL kolesterol >60 mg/dl
– Trigliserida <150 mg/dl
Obat Pengontrol Lemak Darah:
– Statin dan ezetimibe untuk menurunkan LDL. Statin bekerja menekan pembentukan kolesterol oleh hati.
– Fibrat menurunkan trigliserida
– Niasin menaikkan kolesterol baik, HDL (High Density Lipoprotein)
diambil dari:http://tempointeraktif.com/hg/kesehatan/2010/10/18/brk,20101018-285364,id.html